Sunday, March 23, 2014

Semudah Itu [one shot]

"Honey....kayaknya hari ini gak bisa, deh. aku harus antar mama ke bandara. minggu depan aja, ya? - Reza."

Saat membaca tulisan tersebut di layar ponselku, perasaanku mendadak kacau balau. aku sudah rela menunggu 2 jam di restoran kenangan kami sejak jaman SMA, sambil menenteng sebuah tas berisi kado yang kucari seharian khusus untuknya. lalu, ia sekarang dengan teganya membatalkan janji di hari spesial ini semudah itu? segampang itu? sebiasa itu???? bahkan ia tidak meminta maaf....

Huh, kalau aku bisa marah, mungkin sekarang aku sudah seperti singa hutan yang mengaum-mengaum kesal karena tidak dapat mangsa. namun sayang sekali, aku bukan singa. dan aku tidak bisa kalau harus marah kepadanya. sejahat apapun ia padaku, entah mengapa, mulutku ini tak bisa mengeluarkan satupun ungkapan kekesalan kalau sudah menyangkut Reza, pacarku yang kucintai hidup dan matinya itu. mungkin aku hanya terlalu sayang, terlalu cinta sampai tidak bisa marah. kesalahan demi kesalahan telah ia lakukan saat bersamaku, namun aku selalu dengan mudah menerima permintaan maafnya. kadang aku merasa bingung, merasa kesal, dan merasa dibodohi oleh makhluk tak berwujud yang bernama cinta. tapi ya mau bagaimana lagi? aku hanya tidak mau kehilangan dia.

Aku pun berusaha menghibur diriku dan perasaanku yang kacau balau ini dengan berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan yang tak jauh dari restoran kenangan kami. ya, aku, selayaknya seorang perempuan pada umumnya, pasti akan menjadikan 'shopping' sebagai penyembuh luka hati. saat sedang mencari baju model terbaru yang cocok dan sesuai keinginanku, tiba-tiba suara Farhan terdengar entah darimana. aku menghela nafas. hhh, ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi padaku. kalau sudah rindu ingin bertemu, imajinasiku kadang bisa sedikit menjadi-jadi. 

"Baju yang ini bagus."

Lagi-lagi suara pacarku tertangkap oleh indra pendengaranku. aduh, aku harus berhenti berhalusinasi. malu-maluin, tau.

"Tapi baby, yang warna merah lebih bagus dibanding yang biru."

Astaga, suara itu lagi. kenapa sih kepalaku ini? kenapa suara pacarku bisa kedengaran jelas? aku pasti sudah gila karena cinta. mana mungkin dia ada disini, dia kan lagi nganter Mama nya ke bandara! gak mungkin lah....

Setelah kurang lebih satu menit berperang dengan pikiranku sendiri, aku pun memutuskan untuk menghubunginya. mau bagaimanapun, aku ini pacarnya. boleh dong kalau sesekali aku menelponnya?

Nada sambung telepon pun muncul. dan beberapa detik setelah itu, terdengarlah suara sebuah ringtone ponsel yang sangat amat kukenal suaranya. ringtone ini...ringtone ini persis sekali dengan ringtone ponsel pacarku, Reza! dan yang lebih parah lagi, kenapa suara ringtone itu berasal dari ponsel orang dibelakangku? jangan-jangan......

".....Reza?"

Laki-laki dibelakangku pun membalikkan badan. sejurus kemudian, tangannya yang sedang merangkul pundak gadis disampingnya pun dengan cepat diturunkan. ia menelan ludahnya, dan tubuhnya tiba-tiba berdiri menegak. ia terlihat terdesak. wajahnya memucat, matanya melebar, dan perempuan disampingnya hanya bisa melihatnya kebingungan.

Oh. jadi, begini? ternyata 2 jam penantianku di restoran tadi terbuang sia-sia karena Reza lagi asyik berduaan sama perempuan lain? pegang-pegangan, milih-milih baju, dan bahkan berbohong padaku dengan alasan antar Mama ke bandara? haha, hebat sekali laki-laki ini. kali ini kesalahanmu parah sekali, Reza. hatiku hancur, perih rasanya dikhianati seseorang yang sudah aku cintai lebih lebih dari apapun seperti ini. kesalahanmu yang lalu memang bisa kutolerir, tapi sekarang....jangan harap. seriously, what a huuuuggggeeee mistake you've did, Reza. 

Karena merasa kesal dan gondok setengah mati, aku pun langsung memberinya satu sindiran maut dan berharap wajahnya memucat lebih parah daripada yang sekarang ini.   

"Jadi, perempuan ini Mamamu? Mamamu awet muda, ya. tapi....bukannya Mamamu mau pergi keluar kota?" tanyaku basa-basi sambil memberi senyuman tak ikhlas.

"Tu, tunggu, honey...aku bisa jelas-"

PLAK!! satu tamparan dari tanganku mendarat cantik di pipi kanannya sebelum ia sempat selesai bicara. PLAK!! tamparan kedua dariku berhasil membuat pipi kirinya ikut memerah. tamparan itu untuk membuatnya kapok main wanita. PLAK!! tamparan lain untuk menyadari betapa sakitnya dikhianati orang yang dicinta. PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!!!!!

Panggil aku jahat, kejam, psikopat, atau apapun terserah kamu. tapi aku tidak bohong, rasanya enak sekali menghajar dan melihat pipi laki-laki gak tau diri seperti Reza itu merah penuh luka tamparan sisa amarahku. 

Semudah itu kamu putuskan janji, semudah itu hubungan kita berakhir. 



No comments:

Post a Comment