Sunday, March 16, 2014

Angel on Earth [one shot]

Aku duduk di kursi kantorku sambil meregang-regangkan badan. hari ini terasa sangat lelah dan panjang, kepalaku pusing dan sepertinya badanku akan remuk dalam hitungan detik karena mengerjakan banyak sekali pekerjaan. aku melirik ke jam di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan pukul 20.21. astaga, sepertinya aku keasyikan mengerjakan pekerjaan kantor sampai-sampai tidak sadar sekarang sudah jam segini. pantas saja rasanya dari tadi perutku keroncongan. aku melihat ke sekelilingku, disana juga sudah sepi. hanya ada aku, dan 2 temanku yang lain, Malik dan Arif. terdorong oleh rasa lapar yang semakin mengkhawatirkan, akhirnya aku memutuskan untuk pergi beli makanan ke kafetaria di lantai bawah yang makanannya terkenal enak dan pas dengan uangku. tapi......jam segini masih buka gak ya?

"Rif, Lik, kafetaria masih buka gak sih? gue laper nih," tanyaku pada Arif dan Malik yang sedang sibuk berkutat dengan layar komputer.

"Kayaknya masih," kata Arif sambil melihat ke jam dinding.. "Lo mau kesana, Yan? kalo lo mau, gue ikut ya. laper banget nih gue."

"Oh, oke. Lik, lo mau ikut gak?"

Malik menggeleng dan menunjuk sebuah kotak makan didepannya. "Gue dibawain makanan tadi sama Vina. hehehe."

"Beh, enak ya kalo punya pacar....makan mah tiap hari dibawain terooos," ledek Arif dengan tatapan jail. 

"Iyelah, emang lu, jomblo gak laku-laku."

Karena tidak terima dibilang gak laku-laku, akhirnya Arif balas ejek. dan hanya dalam hitungan detik, mereka berdua sudah terlibat dalam adu mulut sengit yang membahas masa kesendirian Arif dan masa berpacaran Malik. aku, yang saat itu sudah benar-benar lapar tidak tertolong, akhirnya menarik lengan kemeja Arif dan menyeretnya menuju ke lift. 

"Kok lu narik gue sih? gue kan lagi mau bales kata-katanya Malik, Yan!" seru Arif dengan tatapan sewot. 

"Gue laper, Rif. lagian cuma gara-gara si Malik dibawain makanan aja masa lo sampe berantem," kataku sambil memencet angka 1 di lift. "lo ngiri ya sama dia gara-gara diperhatiin cewek?" tanyaku spontan pada Arif. Arif terdiam, lalu ia menggulung lengan bajunya. 

"Yah, kalo dibilang gitu sih, siapa juga yang gak ngiri, Yan. gue kan baru-baru ini diputusin pacar. makanya kalo ngeliat si Malik mesra banget sama si Vina, pacarnya yang cakep banget itu, gue jadi rada-rada inget kenangan gue sama mantan gue........"

Yaelah, si Arif. dia pake segala curhat dulu.

Biasanya disaat-saat si Arif atau Malik punya masalah dengan kehidupan mereka, aku akan mendengarkan segala kendala dan masalah yang mereka hadapi, lalu aku sebisa mungkin memberi solusi yang kali-kali aja bisa membantu. tapi kalo soal masalah cinta dan segala tetek-bengeknya — kayak yang lagi dihadapin si Arif sekarang — aku kayaknya gak bisa bantu banyak.

Dibanding Arif dan Malik, akulah yang paling sering dan paling lama menjomblo. Arif terakhir punya pacar kalau tidak salah sebulan yang lalu. sementara Malik, sampai sekarang cintanya masih bersemi dengan Vina. lalu disini ada aku yang bahkan tidak ingat kapan terakhir kali punya pacar. hm, rasanya benar-benar sudah lama sekali aku tidak memberi atau diberi perhatian khusus oleh perempuan. saking lamanya, kalah kali jaman neolitikum.

"Rif, gue gak yakin kali ini gue bisa ngasih solusi dalam masalah gagal move on lo. lo tau sendiri kan, gue ini juga gak punya pacar. malah gue menjomblo lebih lama dari pada lo," kataku yang lalu memesan ayam, nasi, dan es jeruk ke Mbak Lisna, pelayan di kafetaria. 

"Gue gak minta lo untuk ngasih solusi kok, gue cuma mau lo dengerin cerita soal masalah kesendirian gue, Yan."

"Oh, oke. kalau cuma dengerin sih gue bisa. tapi imbalannya ap-"

BRUK!! tanganku tidak sengaja menyenggol sebuah tas yang kemudian isinya berhamburan di lantai. sadar bahwa tas itu aku yang jatuhkan, akhirnya aku membungkukkan badan dan memunguti isi tas yang berhamburan tersebut. ada dompet, lipstik, jam tangan, dan sebuah id card dengan lambang berbentuk wajik.

"You don't have to do that," kata seorang Perempuan yang sedang berdiri disampingku. hm, sepertinya dia pemilik tas yang aku jatuhkan. kok ngomongnya pake bahasa inggirs? orang asing ya?

Aku lalu melihat ke arah datangnya suara dan langsung terperangah. benar apa kataku, dia memang orang asing. lebih tepatnya, cewek bule yang cantik sekali. saking cantiknya, aku sendiri sampai terhipnotis dan gak  bisa ngomong apa-apa. perempuan itu tampil dengan pakaian casual yang sederhana. cukup jaket warna navy blue, kaos putih polos, jeans, topi abu-abu, dan sneakers. astaga. hanya dengan pakaian sesimpel itu saja aku bisa sampai terkesima begini. gimana kalo misalnya nanti dia pake baju pengantin dan berdiri di sebelahku...pasti lebih cantik lagi.

Sejurus kemudian, tangan wanita itu menengadah, meminta padaku barang-barang yang aku pungut tadi. aku memberikannya, masih dengan tatapan terhipnotis. 

"You are such a nice guy," katanya sambil tersenyum. "Terima kasih ya." Sosoknya lalu pergi menjauhiku dan keluar dari pintu kafetaria. Ya Tuhan....perempuan tadi cantik sekali......

"Yan, itu makanan lo udah siap. Yan? Ryan? hoooy Ryaaaaaan!!!"

Aku menengok ke arah Arif dan langsung menepuk pundaknya. aku memasang wajah paling dramatis dan paling ganteng yang kumiliki, sambil berkata pada Arif satu kalimat penuh harapan.

 "Rif, bisa tolong ajarin gue cara dapetin cewek?"

****

Keesokan harinya, saat baru sampai di kantor, tanganku tiba-tiba ditarik dan tubuhku dihempaskan di sofa oleh Arif dan Malik. hei, hei. ada apa ini? acara penyambutan karyawan baru kan sudah lama. lagian aku juga bukan karyawan baru. terus, ini maksudnya apaan?

"Jadi, lo suka sama cewek yang kemarin tasnya lo jatuhin di kafetaria?" tanya Malik sambil menatapku serius. oh, soal semalam. mengerti dengan apa yang mereka katakan, aku pun mengangguk. tentu saja, siapa sih manusia yang gak suka sama cewek berwajah malaikat kayak begitu? 

"Terus, dia itu orang bule dan lo gak tau nama dia siapa?" kali ini giliran Arif yang bertanya. dan untuk yang kedua kalinya, aku pun mengangguk. 

"Yaelah Yan....kalo kayak gitu mah susah dapetnya, Sob," kata Malik sambil memasang tampang kecewa. "Lo gak tau gitu dia orang apa, kerja dimana, atau tinggal dimana?"

Aku menggeleng. "Ya engga lah, Lik. gue ketemu juga baru kemarin. sumpah ya, lo kalo ngeliat wajah dia juga pasti bakal jatuh cinta. cantik banget kayak bidadari!!"

Malik dan Arif lalu mendecakkan lidah secara berbarengan. Hei, kenapa mereka jadi kompak banget gini sih?

"Secantik apapun dia, sebidadari apapun dia, kalo misalnya lo gak tau nama dan hidupnya dia kayak apa, ya lo gak bakal bisa pdkt, Yan." kata Arif dengan tatapan yang sama kecewanya dengan Malik. "Tapi tenang aja, gue dan Malik akan sebisa mungkin bantu lo dapetin cewek itu. sini, kasih tau gue apa aja ciri-cirinya dan sebisa mungkin bakal gue cariin."

Aku pun menyebutkan semua ciri-ciri yang dimiliki si cewek-cantik-bagai-malaikat itu. gaya rambut, gaya berpakaian, kata-katanya, pokoknya semua yang kemarin terjadi. saat sedang dimintai keterangan ini itu, sebuah pertanyaan pun muncul di benakku.

"Apa yang dia lakukan di kantorku sampai jam 8 malam? bukankah setahuku batas penerimaan tamu untuk masuk ke kantor ini hanya sampai jam 5? lalu, dia ngapain kesini?" 

"Hei kalian bertiga!" kata suara di belakang kami. "Kalian bukannya kerja, malah asyik-asyikan duduk di sofa. sana, kerjain kerjaan kalian!" seru Pak Andi, bos kami yang terkenal galak dan disiplin. "kalian gak tau ya, wartawan kita ini lagi pada ngejar informasi dan berita ngomongin soal acara-acara penting yang lagi di adakan di Jakarta. mereka udah kasih laporan, tinggal kalian benerin aja. sana, kerja kalian kerja!!"

Aduh, Pak Andi sialan. gara-gara dia, pencarian dan interogasi mengenai si cewek-cantik-bagai-malaikat harus terhambat. kami bertiga pun kembali duduk di masing-masing kubikel dan langsung berkutat dengan komputer dan segala kerjaan yang menyiksa ini. uh, tenang saja malaikatku, sebentar lagi aku pasti tau siapa dirimu sesungguhnya. sebentar lagi.

***

"Lea, hadap sini....ya, ya, ekspresinya bagus sekali. senyum sedikit, Lea......yak, selesai!"

"Huaaah!" seruku yang kemudian segera berdiri dari tumpukan-tumpukan coklat dan surat cinta di sekelilingku. pemotretan kedua untuk hari ini akhirnya selesai juga. lelah aku rasanya daritadi harus menahan nafas dan tersenyum saat di potret.

Namaku Aleana Dean Davinch, namun lebih terkenal dengan nama Lea Davinch. aku blasteran Indonesia-Inggris. Papaku orang Inggris dan Mamaku orang Bali. aku tinggal di London dengan kedua orang tuaku, tapi lebih sering bermalam di Milan karena semua pekerjaanku ada di sana. aku seorang model yang sering pergi ke negara-negara lain di dunia untuk mengikuti pagelaran busana disana-sini. berjalan di catwalk, di foto oleh fotografer ternama, serta melihat fotoku terpampang di billboard sudah menjadi hal yang biasa bagiku. sekarang pun aku sedang di tanah kelahiranku, Indonesia, untuk menjadi model runway di acara Fasion Week di Jakarta. dan wajahku pada pemotretan kali ini akan di tulis di koran serta majalah lokal dengan judul "The Face of Fashion Week Runway" nice, huh?

Kalau boleh jujur, sebenarnya kepulangan sementaraku ke Indonesia ini agak bikin malas. bukan karena negaranya, orang-orangnya, politiknya yang menyebalkan, atau makanannya yang selalu jadi favoritku. hanya saja, Indonesia selalu mengingatkanku akan seseorang yang tega menolakku dengan alasan 'Lo gak cantik sama sekali'. okay, i know it sounds silly and too childish, tapi aku memang benci orang-orang seperti itu. dan demi apapun, Indonesia adalah tempat dimana semua lelaki brengsek berkumpul. tidak, mungkin sebenarnya hanya sekolahku saja yang penuh laki-laki brengsek. karena dari mulai awal masuk SMP sampai masuk SMA, aku tidak pernah sekalipun punya pacar. semua laki-laki disana menganggapku tidak masuk ke daftar 'primadona sekolah' karena aku selalu tampil dengan dandanan 'kuno'. dan laki-laki yang dulu kusukai setengah mati itu tega-teganya menolakku demi mati-matian mengejar cewek-cewek populer berotak dangkal. sedih sekali, bukan? 

Karena kesal di tolak dengan alasan 'gak cantik', aku memberanikan diriku untuk ikut modelling sesudah lulus SMA. karir kemodelanku sebenarnya bisa jadi ajang balas dendam juga sih, mengingat aku masuk ke dunia itu karena ingin tampil cantik. untungnya, Mamaku mendukung sekali karirku sebagai model (karena dia juga dulu mantan model...haha, benar juga kata orang, ya. buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya). Yah, aku memang sudah tidak menyimpan perasaan apa-apa lagi pada laki-laki yang dulu menolakku itu. tapi perasaan benciku pada laki-laki sepertinya masih mengakar kuat. mungkin itu lah alasan mengapa aku belum punya pacar sampai sekarang...

Tiba-tiba pundakku ditepuk oleh seseorang yang ternyata Alexis, manajerku yang sudah setia bersamaku selama hampir 2 tahun. "Lea, nice photo shoot today. oh iya, kamu lapar? ini aku bawakan kamu makanan. terus habis makan, nanti ada wawancara dengan radio lokal. lalu setelah itu, akan ada pengarahan dari panitia dan kru Fashion Runway. lalu habis itu-"

"Oh my God, Alexis, could you please stop talking? aku capek, nih, dari kemarin foto-foto terus untuk majalah ini-itu," keluhku yang lalu mengenakan baju berpola floral dan rok pastel untuk pemotretan selanjutnya

"Ya namanya juga kerja, Lea. apalagi kamu ini 'The Face' of this Fashion Week Runway. jelas lah kalau pekerjaanmu jauh lebih banyak dari model yang lain. tapi tenang aja, besok kan kamu udah bisa balik ke Milan," kata Alexis yang sedang sibuk menulis jadwal kerjaku di memonya. "Oh iya, gimana kemarin wawancara dengan Majalah Eternity? ada masalah?"

Aku menggeleng pelan. "Soal wawancaranya sih baik-baik saja, tapi aku harus lewat pintu belakang gara-gara kantor mereka gak terima tamu diatas jam 5. aneh dan tidak profesional sekali kantor itu."

Alexis tertawa sambil membukakan kotak makanan yang ia bawakan untukku. "Itu sih salah kamu, kemarin kan kamu beli oleh-oleh ini itu sampai lupa waktu."

"Ya tapi tetap saja kan....," kataku tidak mau kalah. "Oh iya, kemarin di kantor majalah Eternity, aku ketemu laki-laki baik banget, deh."

"Oh ya? siapa?"

Aku mengendikkan bahuku. "Aku juga gak tau nama dia siapa. tapi kemarin dia mau ngambilin barang-barangku yang jatuh, padahal aku udah bilang gak usah."

"Hooo, is he a nice guy? i mean, physically?" tanya Alexis lagi. 

Aku mengangguk semangat. "Wajahnya sih lumayan. setidaknya dia bisa lah mengurangi tingkat ketidak percayaanku pada laki-laki Indonesia."

"Ah sudahlah, Lea. kamu makan dulu nih makanannya. Indonesia itu baik, kok. kalau tidak baik, mana mungkin Papamu bisa nikah sama Mamamu di Indonesia...."

Aku tersenyum mendengar perkataan Alexis. kuambil kotak makanan ditangannya dan kumakan makanan khas Indonesia itu dengan nikmat. 

Life's good. 

***

Sudah 6 hari berlalu sejak pertemuan kami, dan sampai sekarang aku belum tahu siapa nama si cewek-cantik-bagai-malaikat itu. Arif dan Malik sudah mencari kesana kemari bahkan sampai browsing ke internet, tapi gak ada satupun informasi yang mereka dapatkan alias nihil. kandas sudahlah harapanku bisa punya pacar lagi. lebih tepatnya, punya pacar orang bule yang cakepnya mengintimidasi dan semena-mena kayak malaikat. 

"Sudahlah, Yan. gak usah lemes gitu. cewek yang orang Indonesia juga banyak kok. lo mau gue kenalin ke temen-temen gue yang oke?" ucap Malik sambil memakai sepatu hitamnya sehabis Sholat Jumat. 

"Kalo gue maunya dia, ya selamanya gue maunya dia, Lik," kataku tegas.

"Sudah-sudah, gimana kalo hari Minggu nanti lo ikut gue sepeda-sepedaan pas Car Free Day? gue bawa sepeda lipat gue nih, soalnya gue tau lo pasti gak punya sepeda sob, hehehe, nanti gue masukin deh ya di bagasi mobil lo. besok jemput gue di rum-"

"Hei, Ryan!" panggil seseorang di belakangku, menghentikan kata-kata ajakan dari Arif barusan. eh, lho, itu kan Pak Andi?

"Kenapa, Pak?" ucapku seraya mendekatinya. tumben-tumbenan Pak Andi manggil, apa kinerjaku selama ini memburuk karena kebanyakan mikirin si cewek-cantik-bagai-malaikat? Aduh, jangan sampai deh.

"Saya baru dapat telepon dari Fani, salah satu wartawan majalah kita. katanya partner kerja dia gak bisa datang karena mendadak sakit. saya sudah telepon semua wartawan majalah kita, tapi mereka semua juga sedang meliput, Yan."

Aku terbengong-bengong mendengar kata-kata Pak Andi. oh, jadi partner kerja Fani gak bisa dateng karena sakit ya. terus, disini hubungannya sama aku apaan? aku kan bukan wartawan.....

"Lalu? kenapa Bapak manggil saya?" 

"Gini, Yan. Saya minta kamu jadi partnernya si Fani dulu untuk sementara waktu. kamu mau kan?" 

DUAAAAAARRRRR!!!! bumi gonjang ganjing langit terbelah dua awan meneteskan air mata. apa-apaan ini?!!?!?

ini maksudnya Pak Andi nyuruh aku jadi wartawan sementara tuh apa sih? dulu aku pernah jadi wartawan di salah satu majalah, dan demi apapun itu gak enak sama sekali. aku harus pergi kesana kesini ngejar berita. mending kalo berita datengnya sopan, lah ini, aku lagi tidur enak-enaknya terus mesti bangun jam 3 pagi buat ngejar berita kasus korupsi. sudah di bangunin secara gak sopan, eh sesampainya di lapangan, aku harus desek-desekan disana sini. dulu sih pas jadi wartawan, partner kerjaku selalu cowok, jadi gak ribet. nah kalo sekarang sama Fani yang notabenenya adalah seorang cewek rempong, pasti bakal ribet banget ngurusin semuanya. gila,ogah bener aku jadi wartawan lagi.

"Pak, tapi saya kan bukan wartawan, masa saya-"

"Kamu mau jadi wartawan untuk hari ini saja atau gaji bulan ini gak kamu terima?" ancam Pak Andi sambil melipat kedua tangannya dan memberiku tatapan ala-ala Chef Juna; tajam dan menakutkan. sungguh, orang ini terlalu menyebalkan. tapi yah....daripada gaji bulan ini gak aku terima, jadi aku iyakan saja permintaan Pak Andi dengan ikhlas - gak ikhlas. dalam hitungan menit, aku langsung pergi melesat keluar dari kantor dan pergi ke tempat acara yang akan aku liput bersama Fani, sebuah acara yang — pastinya — gak akan terdengar menarik untukku.


.....Fashion Week Runway.

***

"Hello, Lea. how's your day here in Indonesia?"

"Well, it was......cool. i have so many fun activities here, i love to be in Indonesia again. too bad i am going to leave this country tonight," kataku sambil tersenyum ramah kepada Ferguson, juru riasku di hari terakhir pergelaran acara Fashion Week Runway ini. fun? fun activities, i said? its not even fun at all. satu minggu aku di wawancara segala wartawan, di foto para fotografer majalah, serta berlenggak lenggok di catwalk, dan semua hal melelahkan lainnya. gak ada yang bisa di bilang fun dari itu semua. untung aja hari ini segala pekerjaanku yang menyangkut Fashion Week Runway akan segera selesai. pukul 11 malam nanti, aku akan menuju bandara Soekarno-Hatta untuk pergi kembali ke Milan dan hidup dengan normal setidaknya selama satu minggu. no crazy interview, no crazy photo shoot, no crazy catwalk, and no fashion show.

"Really? but you look tired," ucap Ferguson seraya menggelung rambutku. "Seriously, Is there anything wrong with you, dear?" kata Ferguson lagi. kali ini ia menambahkan wajah dan nada khawatir pada setiap kata-katanya. ugh. aku paling gak suka dikhawatirin kayak gini. aku kan baik-baik saja. setidaknya, aku bersyukur aku masih sehat walau diberi segala alasan untuk menjadi gila selama di Jakarta ini.

"I am fine, Ferguson. i am seriously fine."

Lalu tiba-tiba tirai make up room dibuka, dan muncullah salah seorang kru dari Fashion Week Runway. "Lea, kamu sudah siap?"

Aku mengangguk padanya, berterima kasih pada Ferguson, dan langsung pergi menuju ke barisan para model Fashion Week Runway. aku melirik ke arah jam di dinding. pukul 19.00. sebentar lagi, sebentar lagi....

***

"Fan, sampai kapan kita harus berdiri disini? gue bosen, nih," tanyaku pada Fani yang sedang sibuk mencatat dan menekan tombol-tombol angka di ponselnya. 

"Astaga, Ryan. pertanyaan itu kayaknya udah ribuan kali ya lo tanyain ke gue. harusnya lo juga tau kalo jawaban gue akan selalu sama, yaitu gue gak tau." ujar Fani sewot. tuh kan bener, kerja sama cewek-cewek macam Fani itu ribet. 

Beberapa menit setelah aku disewotin, Fani pun akhirnya bicara. "Nih Yan, jadi nanti kita foto beberapa model di catwalk dan wawancarain perancang baju dan model-modelnya. disini gue aja yang wawancara, lo ambil gambarnya aja."

Yaelah, ambil gambar doang? kalo gitu aja sih, gue bisa. 

Acara Fashion Week Runway pun dimulai. model-model berlenggak lenggok di atas catwalk dengan mengenakan pakaian bermerk terkenal yang penuh dengan seni Fashion yang sama sekali gak aku mengerti. baju kok bolong gitu di pundaknya? aneh bener. dan ada juga yang pakai topi yang hiasan bulunya lebih besar daripada topinya sendiri. apanya yang seni, sih?

Pukul 22.00, aku dan Fani masih sibuk wawancara dan mengambil gambar orang-orang terkenal (yang lagi-lagi gak aku ketahui sama sekali). satu dua model kami wawancarai, salah satunya Anastasia. wawancara dengannya cukup menarik, dan Fani terlihat sangat senang untuk bicara dengannya. aku yang lagi-lagi gak mengerti pembicaraan mereka cuma bisa ngambil gambar keadaan sekitarku saja. dan pas lagi asyik-asyiknya ngambil gambar, lensa kameraku menangkap pemandangan yang sangat amat mengejutkan. 

Si cewek-cantik-bagai-malaikat milikku ada disana, persis beberapa meter di depanku!!

Aku menepuk pundak Fani berkali-kali, berniat untuk menanyakannya tentang siapa nama si cewek-cantik-bagai-malaikat itu, tapi Fani tidak menghiraukanku dan malah asyik ketawa-ketiwi sambil wawancarain Anastasia. aduh, Fanii!

"Fani? Fani? FANI??!?!?!?" aku terus memanggil Fani sambil terus menepuk-nepuk pundaknya berkali-kali. alah bodoamat deh kalo sakit, yang penting aku harus tau siapa nama cewek itu!

"Aduh, apaan sih, Yan? jangan bilang ke gue kalo lo sekarang bosen?!"

Aku mengalihkan pandanganku sebentar untuk memastikan bahwa si cewek-cantik-bagai-malaikatku masih ada. dan untungnya masih.

"Fan, lihat, cewek yang disana, yang cantik banget itu....liat gak lo?" tanyaku ke Fani. 

"Ah, yang mana sih, Yan? orangnya banyak banget, nih!"

"Yang itu Fan yang itu yang mukanya bersinar-sinar paling cantik! yang pakai gaun hitam!! ah lo tau gak sih siapa namanya?!" seruku berkali-kali. Ya Tuhan, aku panik setengah mati. dan aku jadi jauh lebih panik lagi pas liat si cewek-cantik-bagai-malaikatku udah gak ada di sana, melainkan berjalan menuju ke backstage. 

"FAN! YANG ITU FAN, YANG ITU, YANG JALAN MAU KE BACKSTAGE! FAN!!"

"Hey, what are you actually looking at?" ujar salah seorang dibelakangku dan Fani, membuyarkan kepanikanku untuk sementara. oh, ternyata si Anastasia. yaelah, Anastasia, kepo bener sama urusan aku. dia juga pasti kan gak bakal tahu siapa cewek malaikat itu kan?

...
...
...
...
Eh, tunggu. 

Anastasia kan model Fashion Week Runway juga. bisa aja dia tau soal si cewek malaikat itu! bener juga, ya. AH, KENAPA GUE GAK KEPIKIRAN DARI TADI?!

"Anastasia, could you tell me the name of that model? that one with long black dress? do you know the name?" tanyaku tidak sabar sambil menunjuk-nunjuk ke arah backstage. 

"You don't have to point the backstage, i know that girl already," ujar Anastasia sambil tersenyum. "She is Lea, Aleana Dean Davinch, the face of this fashion week. She is the only model who is wearing black dress on this Fashion Week Runway."

Oh, Aleana Dean Davinch, my angel!

"Well, thank You Anastasia, I'm coming to the backstage" kataku sambil buru-buru memasukkan kamera ke tas, berniat mengejar si cewek-cantik-bagai-malaikat, a.k.a Aleana Dean Davinch sekarang juga.

"Wait!! You couldn't do that, Ryan!"

.............Hah?
Maksudnya aku gak bisa ngejar dia apaan?

"But why? i have something to tell to her, and i don't want to lose her anymore."

Dahi Anastasia berkerut, terlihat sekali kalau dia agak bingung dengan pertanyaanku barusan. namun, dia tetap menjawabnya. "whatever the things you want to say to her, you need to be fast. she is going to the Airport, her flight is at 11 pm."

"Where is she going to?" kali ini giliran Fani yang bertanya. 

"Milan, i guess? she lives there with her works. or maybe London to meet her parents? i don't exactly know."

Hah? Milan? London? Buset, jauh amat! aduh kalau gak dikejar sekarang, bisa-bisa aku kehilangan jejaknya lagi! saat itu aku berpikir, aku harus lebih cepat. Tanpa peduli kata-kata Anastasia, aku berlari menuju ke backstage secepat kilat. sayangnya, saat ingin menapaki kakiku untuk masuk kesana, pintu menuju ke backstage terkunci dan tidak ada seorang pun disana. kalau begini caranya, gimana bisa aku ketemu dia?!

Lagi panik-paniknya karena pintu backstage sialan ini, tiba-tiba ponselku berdering. nomor tidak dikenal muncul di layar gadget tersebut. ah, siapa sih yang nelpon disaat-saat kayak gini? bikin pusing aja! tapi mau tidak mau, aku tetap mengangkat telepon tersebut. 

"Halo?" 

"Halo? Ryan!!" terdengar suara Fani dari seberang line telepon. "Lo mau ngomong apa sih sama si Lea Lea itu?!"

"Bukan urusan lo, Fan. Ngomong-ngomong lo ngapain telepon gue?"

"Yeee...gue kasih tau ya, Anastasia tadi baru nanya ke kru Fashion Week Runway yang lewat dihadapannya, dan katanya si Lea Lea itu udah menuju ke bandara!"

"Apa?! lo gak bohong kan?!" tanyaku tidak percaya.

"Ya engga lah! orang tadi gue juga denger si kru nya ngomong langsung kok! sekarang kasih tau gue, ada urusan apa lo sebenernya sama dia?"

Kalau Fani udah bilang begitu, gak mungkin aku gak percaya sama dia. dan itu artinya, aku harus lebih cepat lagi. aku harus kejar dia ke bandara yang jaraknya lumayan jauh dari gedung Fashion Week Runway ini. tapi, demi cinta, aku harus lebih cepat.

Aku. harus. lebih. cepat.

"Fan, lo izinin gue ke bandara dan ninggalin pekerjaan ini sebentar, gak? gue bener-bener harus ngomong sesuatu sama Lea," kataku penuh harap. 

"Okay, gue bolehin. tapi kasih tau gue dulu lo ada urusan ap-"

"Oke, makasih, Fan!" buru-buru aku memutus telepon tersebut. aku kemudian berlari menuju lift, turun ke basement dan menuju mobilku. dalam hitungan menit, mobilku sudah membelah jalanan malam Jakarta yang cukup padat.

Aku terlalu sibuk menginjak pedal gas dan melewati tol demi tol, dan tanpa kusadari, bensin mobilku sudah mencapai angka paling awal dari bilangan cacah, alias nol. kepanikanku bertambah, mengingat sebentar lagi pukul 23.00 dan perjalananku menuju ke bandara tinggal beberapa ratus meter lagi. walaupun begitu, aku cukup memiliki kesadaran untuk tidak berjalan atau berlari, karena aku tahu, sekencang apapun kakiku berusaha melangkah, aku tidak akan lebih cepat dibanding laju jarum jam. aku keluar dari mobilku dan berusaha mencari satu taksi kosong yang kuharap bisa membawaku ke tempat si cewek-cantik-bagai-malaikatku. namun hasilnya nihil. tidak ada satupun taksi kosong, yang ada hanyalah pengharapan dan semangatku yang hampir habis. ah, andai saja ada sebuah kendaraan yang bisa membuatku sampai kesana.....

lalu tiba-tiba ponselku berdering. alah, kenapa sih disaat-saat panik, ponselku terus berdering kayak tadi dan sekarang?

"Halo?"

"Halo!! Aaah my baby Ryan!"

hanjis, my baby Ryan katanya? idih, yang manggil-manggil aku kayak homo gini sih udah pasti si Arif, tanpa lihat caller id nya juga aku tahu. ngapain lagi nih anak telepon-telepon malem-malem begini?!

"Eh Yan, lo jadi kan ikut sepedaan pas Car Free Day hari Minggu besok? gue udah nelepon temen-temen cewek gue yang oke-oke nih, besok gue kenalin ke lo deh," katanya sambil cengengesan. "Lo gak usah khawatirin apa-apa lagi, gue udah ajak semua temen-temen gue, terus gue juga udah taruh sepeda lipet gue kan di bagasi lo. tenang aja, Yan. acaranya pasti bereeeeesss!"

EH BUSET DAH SI ARIF. aku pikir dia nelepon buat apaan, gak taunya ngasih tau soal acara hari Minggu. masih dua hari lagi juga. lagian, sok sehat banget dia ngajakin naik sepeda segala. mending juga bisa....
...
...
...
...
...
...EH.
WAIT.
sepeda???
selama ini ada sepeda di bagasi mobilku?!
KENAPA GAK AKU PAKAI DARI TADI?!?!?!?!!?!?

***

"Ah, Fashion Week Runway has finished today!" seru Alexis sambil mengangkat koper kecilnya turun dari mobil kru Fashion Week Runway.

"Ya, akhirnya selesai juga kerjaanku di Jakarta," kataku sambil melihat jam di pergelangan tanganku. "Huff....sebentar lagi kita ke berangkat ke Milan. mungkin gak kalau si laki-laki baik itu kesini?"

"Laki-laki baik? maksudnya, si laki-laki yang kamu temui di gedung redaksi majalah Eternity? ya ampun Lea, kamu serius suka sama dia?" tanya Alexis dengan tatapan tidak percaya. aduh Alexis, kamu kira aku bercanda pas aku bilang dia baik dan wajahnya lumayan?!

"I have to say this, Lea, tapi aku rasa, dia gak mungkin kesini. dia juga kayaknya gak tau kalau kamu sekarang akan menuju ke Milan, kan kamu cuma ketemu dia sekali, dia tahu namamu aja mungkin eng-"

"ALEEAAANNAAA DEEEAANN DAAAAVVVVIIIINNCCCCH!!!!" tiba-tiba terdengar suara lantang seseorang yang memanggil nama lengkapku, di bandar udara sebuah kota yang bukan merupakan tempat tinggalku. itu siapa? kru majalah yang ingin wawancara? atau kru Fashion Week Runway yang ingin mengembalikan barang bawaan kami yang tertinggal? alah, masa iya sampai tahu nama lengkapku? kayaknya gak mungkin. kalau begitu...siapa?

Dari tempat asal suara, aku melihat seseorang menghempaskan sebuah sepeda ke permukaan tanah di luar bandara Soekarno-Hatta. laki-laki tersebut berlari menuju ke tempatku berdiri dengan peluh yang membasahi dahi dan kemejanya. ia terlihat begitu lelah, begitu berantakan untuk berpergian lintas benua. itu....siapa?

Langkah laki-laki itu semakin dekat ke arahku, semakin dekat, semakin dekat, dan semakin jelas aku tahu sosok laki-laki itu. Ya ampun, kenapa dia bisa ada disini?!

"I've found you, i know i could found you," ujarnya di hadapanku sambil terengah-engah.

"Kamu......kamu yang kemarin di gedung majalah Eternity, kan?"

Laki-laki dihadapanku ini masih terus terengah-engah, tapi sejurus kemudian ia menatap mataku begitu dalam dan menggenggam tangan kananku dengan eratnya sambil berkata:

"Aleana Dean Davinch, sebanyak apapun pekerjaan yang kamu miliki di Milan atau di London atau di belahan dunia manapun sekarang ini, boleh kalau aku minta kamu untuk tinggal disini dulu, sementara waktu? Rasanya....aku gak mau kehilangan kamu lagi."

Aku terdiam, merasa terhipnotis mendengar perkataan dari laki-laki yang tidak kukenal sama sekali ini. siapa dia? kenapa dia bisa sebegitu nekatnya mengendarai sepeda menuju bandara dan memanggil namaku dengan suara selantang tadi? lalu, siapa dia, kenapa dia bisa tahu namaku? kayaknya pas kami bertemu aku tidak mengucapkan namaku sekalipun. siapa sih dia? kenapa aku bisa merasa sebegini tertariknya, padahal sama sekali tidak tahu dia siapa dia sebenarnya?

Sementara aku sedang dalam kondisi di mabuk kepayang, Alexis justru sebaliknya. ia terlihat sedikit panik saat mendengar pengumuman bahwa pesawat kami akan segera lepas landas. "Lea, its 11 pm already, be fast, our flight is-"

"No, Alexis. kalau kamu mau berangkat ke Milan, kejar pesawat itu sekarang. I'm not coming to Milan," kataku pada sang manajer. "As you've heard from this man.....he wants me to stay, so i will."

Laki-laki dihadapanku terlihat kaget sekaligus senang. "Eh, jadi....."

"Jadi aku di Jakarta, karena sebanyak apapun tugasku, entah itu runway, photo shoot, atau wawancara di Milan, London, atau bagian negara manapun, saya tahu kamu pasti akan mengejarku sampai kelelahan. dan aku tidak mau merepotkanmu untuk kedua kalinya. jadi......"

"Jadi?"

"Jadi, sekarang juga antar aku ke suatu tempat dengan sepedamu itu, perkenalkan dirimu dan buat aku tidak menyesal karena tidak pulang ke Milan."

Ia pun tertawa, lalu menggenggam tangan kananku dan menggeret koper kecilku ditangan kirinya sambil berbisik pelan di telingaku:

"I will never let you fly away, angel."


-Selesai-

No comments:

Post a Comment