Monday, May 6, 2013

5. Anger and Tears (Bittersweet Love)

          2 Hari telah berlalu, tapi Cherie dan Dimas tidak saling bertukar kata. menyapa pun tidak. pokoknya 2 hari itu, Cherie benar-benar berusaha untuk menjauhi Dimas. ia berangkat sekolah lebih awal atau lebih siang dari biasanya. kalau disekolah, ia lebih memilih untuk diam dan gak nengok ke tempat duduk Dimas.

          Sementara Cherie berusaha menjauhi Dimas, si Dimas malah berusaha untuk ngomong sama Cherie. setiap jam pelajaran sekolah, Dimas selalu manggil-manggil Cherie, tapi tentu saja Cherie gak mau nengok. setiap pulang sekolah, Cherie buru-buru kabur keluar kelas. Dimas gak ngerti kenapa Cherie menghindarinya. salah apa dia sampai Cherie begitu mati-matian menjauhinya? "Padahal dulu-dulu nempel mulu ke gue, sekarang? ngeliat mata gue pun engga", kata Dimas dalam hatinya.




         
           Bel pulang sekolah berbunyi. Cherie yang berniat buru-buru pergi itupun segera memasukkan semua barang-barangnya ke tas. begitu ingin melangkahkan kaki, ia dihadang tubuh tinggi Dimas yang menutupi seluruh sisi pintu kelas. Cherie menundukkan kepalanya, masih tidak kuat dan malu untuk menatap mata Dimas. ia pun berusaha untuk keluar, tapi tubuh Dimas terlalu besar di banding dirinya.
         
           "Gue mau ngomong sama lo", kata Dimas sambil tetap menutupi pintu kelas.
           "Apa yang perlu diomongin lagi?", tanya Cherie dengan nada agak sinis.
           Dimas menyentuh pipi kanan dan kiri Cherie lalu mengangkatnya sedikit demi sedikit. "Kenapa lo gak mau ngeliat muka gue sih? apa lo segitu bencinya sama gue sampai lo gila-gilaan ngejauhin gue kayak kemarin dan hari ini?"
           "Apa selama kemarin dan hari ini gue bilang gue benci sama lo?", tanya Cherie balik.
           Dimas menggelengkan kepalanya. "Oke, lo gak benci gue. terus kenapa lo ngejauhin gue? setiap kita papas-papasan, kita sama sekali gak ngomong. boro-boro lo ngomong sama gue, ngeliat mata gue pun engga. lo kenapa sih? gue salah apa sama lo?"
           Cherie menepiskan tangan Dimas dari pipinya. "Kenapa sih lo harus selalu bertanya, bertanya, dan bertanya? gue kan kemarin udah bilang sama lo, gue itu suka sama lo! heran deh gue, lo selalu ngatain gue bodoh bego ini itu bla bla bla tapi sendirinya lo selalu nanya kenapa gue begini. yang sebenarnya bodoh itu siapa? gue, atau elo?!", cerocos Cherie tanpa koma dan titik. "bodoamat deh, cowok bego emang patut dibikin pinter", katanya dalam hati.

             Cherie kemudian mendorong tubuh Dimas keluar dari pintu kelas. ia pun berjalan sendiri menuju ke parkiran sepeda, meninggalkan Dimas yang melongo dan shock. hati Cherie sudah keburu gondok setengah mati ngeliat cowok gak peka kayak dia. rasa yang ada di dirinya bukan lagi malu, tapi kesal. dari sekarang, ia benar-benar akan mencoba menjauhi Dimas. mulai sekarang.

           ***

              Keesokan harinya, Dimas tidak masuk sekolah. tapi Cherie tidak peduli lagi. mau dia masuk atau engga, itu bukan lagi urusan Cherie. apa dia harus pergi ke kamar Dimas dan memasakannya sebuah makan malam? tidak. apa dia harus pergi ke kamarnya dan mengecek keadaannya? tidak. itu sudah bukan lagi urusannya.
              Cherie sedang meneguk segelas es jeruk di kantin bersama Ristra dan Desi saat handphonenya tiba-tiba berbunyi. nomor itu adalah nomor yang tidak ia kenal. karena merasa ingin tahu, akhirnya di angkatlah telepon tersebut.

              "Halo?", jawab Cherie. 
              "Halo, ini Cherie ya?", tanya seseorang di seberang sana. dari suaranya, Cherie tahu dia pasti seorang wanita. 
              "Iya. ini siapa?"
              "Kenalkan, saya Riani. saya ada sesuatu yang harus saya bicarakan dengan kamu. saya ingin minta bantuanmu. ini hal yang sangat penting dan sepertinya memang cuma kamu yang bisa. kamu tidak keberatan kan, kalau kita bertemu hari ini?"
             
              Cherie tadinya berniat untuk menolak ajakan perempuan itu, soalnya dia takut terjadi apa-apa demgan dirinya. sekarang zaman modern, bisa aja perempuan ini berniat menipunya. Itu tadinya yang dipikir Cherie. tapi karena suara perempuan itu terdengar baik-baik dan seperti bukan penjahat, Cherie menerima ajakannya. dan sepulang sekolah nanti, ia akan bertemu dengan perempuan bernama Riani di kafe dekat sekolahnya. "well, mungkin dia memang benar-benar butuh bantuan gue....."
              

               Sepulang sekolah, Cherie langsung mengunjungi kafe yang tadi sudah disepakati sebagai tempat pertemuannya dengan Riani. Ia menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, mencari sosok wanita yang sedang duduk sendirian sambil menunggu seseorang.

               "Cherie!", panggil seseorang dari sebelah kirinya. 
               Cherie menoleh dan langsung terdiam begitu melihat sosok orang yang memanggilnya. dia terkejut setengah mati. ternyata perempuan yang menelpon Cherie tadi adalah si cewek cantik nan anggun yang disukain si Dimas!! Cherie udah gak tau mesti gimana lagi ngehadapin dunia yang sempit penuh cobaan ini. 

               Cherie mau tidak mau duduk di kursi kafe itu sambil berhadapan dengan Riani dan langsung memesan minumannya. "Jadi, apa yang mau anda ceritakan?", tanya Cherie. 
               Riani tersenyum mendengar perkataan Cherie. "Wah, rupanya kamu bukan orang yang senang berbasa-basi ya", katanya sambil menyeruput segelas Cappuccino hangat. Astaga, menyeruput kopi pun dia masih tetap terlihat cantik. 

               "Jadi begini, kamu tahu kan kalo saya ini orang yang ada di depan kos-kosan kamu?", tanya Riani sambil mendekatkan tubuhnya ke Cherie. 
               Cherie mengangguk. "Anda adalah orang yang Dimas suka, kan?"
               Mendengar perkataan Cherie, Riani tetap tersenyum. Tapi bukan senyum senang yang terpancar di wajahnya, melainkan senyum kesedihan. "Ya. dan itulah penyebab utama kenapa ia pergi dan kabur dari rumah".

               Cherie mendengarkan baik-baik setiap kata dan kalimat yang Riani ucapkan. katanya mereka dulu tidak saling mengenal.  awal pertemuan mereka pun terjadi karena ketidak sengajaan Dimas yang menabrak dan menumpahkan es krim Riani. karena merasa tidak enak hati, Dimas akhirnya mentraktir Riani es krim apapun  yang ia mau. dan dari ketidak sengajaan itulah tumbuh berbagai rasa yang menyelimuti hati mereka berdua. rasa suka, senang, penasaran, dan perasaan menggebu untuk bertemu kembali. padahal waktu itu Dimas masih kelas 1 SMP, dan Riani sudah kelas 3 SMA.

                "Waktu berjalan begitu cepat, dan saya sudah menjadi seorang siswa kuliahan. walaupun begitu,  saya dan Dimas masih sering melakukan pertemuan berdua, hanya sekedar makan es krim, minum Cappuccino, dan bercakap-cakap di kafe kenangan itu. kami tahu hati kami saling mengirim pertanda. kami tahu hati kami saling berkata cinta. tapi takdir memang tidak semulus apa yang saya dan Dimas inginkan", kata Riani sambil menolehkan kepalanya ke jendela luar kafe.

                 Saat itu Riani di jodohkan oleh kedua orang tuanya. ia sudah berkali-kali bilang pada mereka bahwa dirinya tidak mau. dia juga bilang kalau dirinya sudah menyukai seseorang di luar sana. tapi kedua orang tuanya tidak mau tahu, dan mereka tidak mau dengar alasan apapun dari Riani. dari situ, akhirnya Riani menyadari kalau hubungannya dan Dimas memang seharusnya tidak dilanjutkan. Riani sudah tidak lagi bertemu dengannya di kafe untuk bercakap-cakap dan makan es krim serta minum Cappuccino kesukaannya seperti dulu. dan ia mencoba untuk mengikhlaskan itu semua.

                  Hari pernikahan pun tiba. Riani tidak begitu mengenal siapa orang yang akan ia nihkahi, tapi yang jelas, Riani tahu bahwa laki-laki itu adalah seorang duda kaya yang punya banyak perusahaan. ia begitu tampan dan baik hati. Riani juga dengar kalau ia punya satu anak laki-laki. di hari pertama Riani bertemu dengan laki-laki itu pun, Riani sudah merasa kalau ia adalah lelaki yang baik. dan saat itu juga, ia merasa ia telah terpikat padanya.

                  Tapi rupanya keterpikatan Riani harus terhalang dengan masalah bahwa anak si laki-laki kaya yang Riani nikahi itu adalah Dimas. Dimas tidak rela setengah mati Riani di nikahi Ayahnya sendiri. saat itu juga Dimas merasa kalau hidup ini tidak adil. ia pun sering bertengkar dan membenci Ayahnya, saking bencinya, ia pun sampai kabur dari rumah dengan dalih 'gak mau tinggal dengan Ayah lagi'. Ayahnya yang kebingungan akhirnya meminta bantuan Riani. Ayahnya tahu kalau Dimas suka banget sama Riani, makanya itu dia minta Riani membujuk Dimas untuk pulang ke rumah. dan seperti yang kita ketahui sekarang, Dimas masih marah dan masih juga gak mau pulang.

                   "Apa suami anda tidak merasa takut kehilangan anda? kenapa dia minta anda untuk membujuk Dimas pulang? emangnya dia gak takut tiba-tiba anda jadi terpikat lagi pada Dimas?", tanya Cherie tiba-tiba.
                   Riani menggeleng. "Ia yakin saya tidak akan berpindah hati, ia percaya sepenuhnya padaku".
                   "Jadi, apa tugas yang harus saya emban disini? apa tujuan anda menelpon saya?"
                   "Tentu saja saya minta kamu untuk membujuk Dimas pulang", ungkapnya tegas.

                   Mendengar kata-kata Riani barusan, Cherie langsung merasa ragu untuk menerima permintaan Riani. ia tahu Riani dan suaminya pasti sudah tidak punya harapan lagi. Cherie juga dalam hatinya ingin sekali membantu wanita itu. tapi apa dayanya, masalah Cherie dan Dimas saja belum selesai, masa dia harus ikut campur masalah orang lain?

                    "Saya benar-benar memohon bantuan kamu, Cher. kamu satu-satunya orang yang saya harapkan. kamu tahu kan, Dimas bukan tipe orang yang pandai bergaul? saya saja baru sekali liat Dimas mau pulang bareng dengan seseorang", kata Riani sambil tersenyum. "Kamu mau kan bantu saya? saya sudah bela-belain lho minta nomor telepon kamu dari pamannya Dimas yang punya kos-kosan. tolong ya, Cher. tolong".

                     "Ba-baiklah. tapi sebenarnya saya bukan orang yang pintar membujuk seseorang sih, jadi....."
                     "Wah! terima kasih sekali ya, Cherie. saya tunggu perkembangan selanjutnya. pokoknya saya benar-benar berharap banyak padamu. terima kasih atas pertemuan dan perbincangan kita kali ini, saya pergi dulu ya". Riani segera berdiri dan berjalan keluar dari kafe tersebut. di wajahnya, tersungging senyum bahagia dan senang luar biasa. sementara itu, Cherie cuma bisa megangin kepalanya yang tiba-tiba pusing. "Mampus deh gue......", batin Cherie di dalam hati.

***

                         Lagi-lagi, Dimas tidak masuk sekolah. Cherie sudah di tanya 3 guru yang mengajar mata pelajaran hari ini, dan Cherie tidak bisa menjawab apapun. ketemu Dimas setelah kejadian di depan pintu kelas itupun engga. yah, dalam hati Cherie sebenernya agak khawatir juga sih, takut dia kenapa-kenapa.

                        Cherie berjalan menuju ke kamar kosnya. ia lalu sempat terdiam begitu melihat ke pintu kamar Dimas. ia ingin masuk dan mengetuk pintu itu, tapi lalu ia menghentikan niatnya. "Ngapain gue ke kamarnya Dimas? gue kan lagi berantem!", pikir Cherie. tapi semakin ia menahan untuk tidak mengetuk pintu Dimas, tangannya justru jadi semakin gatal. terdorong oleh rasa penasaran yang tidak dapat dibendung, akhirnya Cherie mengetuk pintu itu.

                        "Dim, Dimas", panggil Cherie sambi tetap mengetuk pintu. tapi entah kenapa Dimas tidak kunjung membuka pintu itu. "Heei, Dimaaas!! buka dong!!", kali ini Cherie berteriak dan mengetuk pintu kamar Dimas lebih kencang dari sebelumnya.
                        Tiba-tiba pintu kamar itu dibuka dan muncul sosok Dimas dari dalamnya. Cherie begitu terkejut melihat penampilan Dimas saat itu. Dimas pakai kaos putih polos dan celana panjang berwarna coklat. rambut Dimas terlihat acak-acakan, seperti tidak pernah disisir selama setahun lebih. bagian bawah matanya menghitam, persis banget kayak mata Panda.
                        "Ya ampun! lo kenapa berantakan banget gini sih?!", tanya Cherie yang lalu memegang pipi kanan Dimas secara refleks. dan lagi-lagi Cherie terkejut. pipi laki-laki yang ia pegang itu begitu panas.
                        "Lo....sekarang udah mau  ngomong sama gue Cher?", kata Dimas dengan senyum bahagia yang terlihat begitu lemah. sedetik kemudian, tubuh Dimas ambruk dan terkapar di lantai.
                        "Huaaaa kenapa dia jatooooh?!?!!?", ujar Cherie yang kelimpungan sendiri.

***

                        Dimas membuka matanya sedikit demi sedikit. kepalanya terasa pusing dan ia merasa begitu lemas. ia tidak mengingat apa yang terjadi sebelumnya sampai dirinya melihat Cherie sedang tidur dalam posisi meringkuk diatas sofa kamarnya.
                        Dimas berjongkok di hadapan perempuan itu. ia memandangi wajah polos Cherie yang tertidur dengan pulas, lalu mendadak ia ingat semua hal yang dilakukannya bersama Cherie. padahal awalnya, semua itu terjadi karena sebuah ketidak sengajaan. tapi kenapa ketidak sengajaan  itu bisa jadi keakraban? ia ingat, dulu saat pertama kali melihat Cherie yang bawel, berisik, dan suka nanya ini itu, dia langsung bete dan yakin gak bakal mau berteman dengan Cherie. tapi pada akhirnya, mereka malah jadi akrab. makan malam bareng, berangkat sekolah bareng, dan pulang sekolah bareng. apa itu namanya kalau bukan akrab? Dimas merasa begitu senang bisa bertemu dengan Cherie. dan di tengah rasa senangnya itu, ia lalu tersadar akan satu hal. bukannya Cherie waktu itu marah sama dirinya di pintu depan kelas? terus, kok dia bisa ada dan tidur disini?

                         Disaat Dimas ingin berdiri dari posisinya sekarang, tiba-tiba Cherie terbangun. ia lalu melihat Dimas yang sedang berdiri di hadapannya. "Dimas? lo udah bangun? sejak kapan?", tanya Cherie sambil mengusap-usap matanya.
                          "Baru kok, baru aja. oh iya, lo ngapain tidur disini?"
                          "Gue? gue ngejagain lo yang seharian gak bangun-bangun."
                          "Gak bangun-bangun?"
                          Cherie mengangguk. "Iya, lo kemarin mendadak pingsan gitu pas gue dateng kesini. gue sih gak ngerti karena apa, tapi kalo gue tebak, itu pasti karena lo gak makan dan gak tidur selama 2 hari kan? makanya itu lo gak masuk sekolah...bener gak tebakan gue?"
                           Dimas terdiam. sebenarnya sih, dia bukannya gak tidur, tapi dia gak bisa tidur karena mikirin alasan kenapa Cherie marah sama dia. dan dia juga bukannya gak makan, tapi dia kepengin banget makan masakannya Cherie.
                           "Gue bener gak?", kata Cherie, berusaha memastikan tebakannya benar atau salah. 
                           "Hmm....sebenernya sih iya, tapi sebenernya juga engga", kata Dimas sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Cara jelasinnya gimana nih?"
                           "Maksud lo apaan sih?"
                           "Ah lupain aja", Dimas mengibas-kibaskan tangannya.

                           "Eh, tadi gue bikin makanan loh", ujar Cherie yang lalu berdiri dan berjalan menuju ke meja  kecil di samping tv. "Makan yuk".
                            Dimas mengiyakan ajakan Cherie karena 2 alasan. alasan pertama: dia emang laper. alasan kedua: dia kangen bangettt sama masakan Cherie. dan jadilah mereka berdua makan bareng di kamar Dimas seperti dulu. seperti sebelum Cherie tahu kalau ternyata Dimas suka sama ibunya sendiri.

                             Lagi asyik-asyiknya ngunyah makanan, tiba-tiba Cherie mengejutkan Dimas dengan pernyataannya. "Tadi aku ketemu sama ibumu".
                             Dimas lalu menjatuhkan sendoknya ke piringnya. "Serius? kenapa? dia ngomong apa sama lo?"
                             "Serius dong. dia tadi di sekolah tiba-tiba telepon, terus ngajakin gue ketemuan deh. dia bilang katanya dia mau lo cepet-cepet pulang."
                             "Kenapa dia harus ngomong itu sama lo? kenapa gak langsung tanya ke gue?"
                             "Dia udah tau kali kalo ngomong sama lo, yang ada lo nya malah makin gak mau pulang. makanya dia minta bantuan gue. udah gih, Dim. pulang aja ke rumah. kan enak, bisa dekat dengan keluarga tercinta".
                             "Mereka bukan keluarga tercinta, Cher", kata Dimas dengan muka kesal. "Kenapa sih lo mau nerima permintaan dia untuk bujuk gue biar mau balik pulang ke rumah?"
                             "Gue ini bantu lo biar rukun sama orang tua lo, Dim. apa sih salahnya rukun sama orang tua sendiri?", tanya Cherie kepada Dimas. ternyata ngebujuk orang kayak Dimas itu butuh kesabaran penuh.
                             "Oh, jadi ini alasan sebenernya lo dateng ke gue setelah kemarin lo marah-marah sama gue di depan pintu kelas kita? gue pikir lo udah maafin gue, gak taunya ada maksud lain. lo dibayar berapa sih sama Riani dan bokap gue yang gak tau diri itu? lo dikasih apaan sama mereka? ternyata ya, orang baik kayak lo gitu sekali dikasih sogokan langsung adem...gak gue sangka."

                             Mendengar perkataan Dimas barusan, Cherie langsung shock setengah mati. dia dalam hati sangat tidak terima mendengar kata-kata Dimas yang menurutnya kurang ajar banget. emang Dimas pikir Cherie itu apa? serendah apa sih Cherie dimata dia? padahal niatnya baik, tapi kenapa malah dikasarin kayak gitu? Cherie saking gak terimanya sampai berkaca-kaca dan kemudian menangis. apa yang dia dengar dari Dimas menurutnya begitu keterlaluan.

                              "Gue......gue gak pernah nyangka lo bisa ngomong kayak gitu", kata Cherie sambil mengusap-usap matanya yang sudah basah. "Gue ini punya niat baik, Dim. mereka kan gitu-gitu orangtua lo juga. gue mau kali ngeliat temen gue ak-"
                              "Jadi, setelah lo nyeramahin gue, terus sekarang lo cuma nganggep gue temen? selama ini lo nganggep gue temen?", tanya Dimas dengan tampang yang nyolotnya ampun-ampunan. "Kata lo, lo suka sama gue. gimana sih. kalo orang suka tuh ya harusnya--"
                              "Dasar lo manusia jahat, gak tau diri, otak udang!! mau lo tuh apa sih, hah?! udah ngatain orang seenaknya, terus sekarang marah-marah pas gue bilang cuma temen. emang lo ngerespon gue pas gue bilang gue suka sama lo? yang lo tanyain berkali-kali cuma 'kenapa lo marah sama gue'. udah, lo cuma nanya itu doang! sana urusin hidup lo yang kelewat bener, dasar otak udang, jahat, gak tau diri!!". Cherie nyerocos panjang lebar sampai Dimas terkaget-kaget. Cherie lalu berdiri, menampar muka Dimas sekencang-kencangnya, dan keluar dari kamar Dimas dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir.

                              Di depan kamar Cherie, Rama sedang berdiri dengan wajah kebosanan, entah karena apa. setelah melihat Cherie, wajah bosan Rama langsung berubah jadi senang. "Akhirnya, Cherie! kamu kemana aja sih?", tanya Rama dengan wajah bahagia.
                              "Ini lagi!! ngapain sih lo ada disini?!", kata Cherie yang berteriak-teriak kesal sambil terus terisak.
                              "Loh, kamu nangis? kenapa? siapa yang nangisin kamu?", tanya Rama yang kemudian mendekap tubuh Cherie dalam pelukannya. Cherie sebenernya mau meronta dan keluar dari pelukan Rama, tapi tubuhnya terlalu lelah dan pikirannya terlalu kacau karena Dimas yang mendadak aneh dan nyebelin. gak pernah sekalipun terlintas di pikiran Cherie kalau Dimas bakal sejahat ini. Cherie pikir selama ini hubungannya dengan Dimas bisa membaik dan jadi jauh lebih baik lagi. tapi kenapa harus jadi begini sih....

                               "Cherie, kamu gak usah nangis lagi dong...," kata Rama sambil membelai-belai rambut Cherie yang agak berantakan. "Aku ada disini kok, kamu gak usah nangis lagi ya."
                               Cherie mendorong tubuh Rama menjauhi badannya. dengan wajah kesal, sedih, dan hati yang kacau luar biasa, ia kemudian membentak Rama. "Terus kenapa kalo lo ada disini? Udah putus sama game-game lo?! udahlah, sana lo pergi!!" setelah bicara begitu, Cherie langsung berlari memasuki kamarnya.
                             
                               "Loh, loh Cher?! jangan pergi dong!! gue kan gak pernah pacaran sama game-game gue! Cher, Cherieee!!!" teriak Rama sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Cherie.


                         

Bersambung Part 6 *still on process!!*

No comments:

Post a Comment