Friday, December 21, 2012

1. The First of All (Bittersweet Love)

All my life has been good, but now
Whoa, i am thinkin what the hell
All i want is to mess around
And i dont really care about......

      Lagu What The Hell nya Avril Lavigne mengalun kencang, menemani Cherie membersihkan dan menyusun barang-barang pindahan ke kamar kos barunya. Ya, cherie baru pindah ke sebuah kos-kosan di daerah yang cukup strategis. kepindahan Cherie ke sebuah kos-kosan ini tak lain dan tak bukan adalah karena kehendak orang tua Cherie yang sekarang sudah tinggal dan menetap di Yogyakarta karena urusan pekerjaan. tadinya sih, Cherie mau ikut orang tuanya pindah, tapi ia langsung mengurungkan niat begitu ingat Rama, pacarnya sejak kelas 3 SMP.

      "Mana mungkin gue ninggalin cowok gue di Jakarta sementara gue ada di Yogya? bisa-bisa di gondol cewek kan?", kata Cherie saat ditanya alasan kenapa tidak ikut pindah ke Yogya oleh teman-temannya di sekolah.




      Ditengah keasyikan dan kesibukan Cherie saat membereskan kamar, tiba-tiba handphone nya berbunyi. Cherie kemudian mengangkat telepon itu tanpa melihat Caller ID di handphonenya terlebih dahulu.
      "Halo?"
      "Halo Cherie! hehehe, gimana kos-kosannya, sayang? oke punya kan? pilihan Mama tuh! hehehe"
Cherie langsung mengenali suara riang itu.
      "Mama? kenapa telepon? tumben amat...."
      "Mama mau ngasih tau kamu kabar yang sangat penting dan bagusss banget deh!", kata si Mama dengan nada ceria.
      "Hm? oh ya? apaan tuh, Ma?", jawab Cherie males-malesan. Cherie tahu kalau biasanya Mamanya udah bilang itu kabar paling penting dan seru, itu berarti kabarnya gak seru dan gak penting-penting banget. jadinya yah, Cherie gak semangat-semangat amat.
      "Jadi, kamu mulai minggu depan udah gak usah sekolah di sekolah lamamu lagi ya"
Cherie mengernyitkan dahinya. "Maksudnya apaan sih Ma?"
      "Hehehe, kamu mulai besok pindah sekolah, Cher! ke sekolah baru!!", teriak Mama dari seberang telepon dengan nada yang begitu ceria yang begitu bahagia.
      "HAH?! Mama bohong kan?!"
Cherie langsung buru-buru lari ke sisi lain kamar kosnya untuk ngecek kalender. kali aja gitu kan Mamanya lagi melakukan jebakan  April Mop. tapi ternyata bukan. ternyata ini bulan Juli. dan itu artinya, Mama sekarang lagi gak bohong, apalagi ngelakuin jebakan April Mop.
      "Idih sayang. ngapain juga Mama bohong ke kamu? ini semua tuh kemauannya Papa. dia yang mindahin kamu ke sekolah punya temannya. kamu tenang aja deh, sekolah barumu itu dekat kok. kamu bisa naik sepedamu, si Saban....."
      "Sieben, Ma. bukan Saban", kata Cherie yang gak rela nama sepeda kesayangannya yang selama 9 tahun selalu bersamanya dilecehkan begitu saja.
     "Iya, kamu bisa naik si Sieben hanya dalam waktu 10 menit loh. hehehe. pokoknya gak jauh deh dari kos-kosan kamu. soal seragam, buku, dan segala-galanya, itu semua udah disiapin dan siap dikirim ke kos-kosanmu. kamu pokoknya tinggal masuk sekolah aja deh. gak usah khawatir apa-apa lagi!"
      Cherie memasang tampang males. "Siapa juga yang khawatir....", batin Cherie dalam hati.
"Udah ya Cher, Mama ada rapat dulu nih. have fun ya dengan sekolah barunya. dadaaaah~"
      "Eh? Mama? Maaaa!!!"

      Tuut....! telepon di putus.

      Cherie berkali-kali mencoba menelpon ke nomor Mamanya. sayangnya, telepon Cherie sama sekali tidak diangkat. kali ini Cherie mencoba menelpon ke nomor Papanya, dan ujungnya sama aja, telepon Cherie tak kunjung diangkat.
      Cherie panik dan sibuk menepuk-nepuk kepalanya. "Ih kenapa bisa jadi kayak begini sih...", kata Cherie kebingungan. ia kini tahu alasan kenapa Papanya menyuruhnya tinggal di kamar kos-kosan ini. ini pasti untuk memudahkan Cherie pergi ke sekolahya dengan mengendarakan Sieben, si sepeda yang namanya baru saja dilecehkan Mamanya beberapa menit yang lalu.
     
      Cherie akhirnya menyerah. kali ini yang ia coba telepon bukan lagi Papa atau Mamanya, melainkan Rama, pacarnya yang ia cintai. dan tidak seperti Papa atau Mamanya, Rama mengangkat telepon Cherie, walau dengan nada ogah-ogahan.
      "Halo? Cher? kenapa telepon?"
      "Ram, Mama tadi nelepon aku nih. katanya minggu depan aku pindah sekolah. aaah gimana ini aku pusing"
      Setelah mengatakan masalahnya kepada Rama, Cherie pikir pacarnya itu akan sedih dan khawatir plus tidak mau berpisah dengan Cherie. diluar dugaan, ternyata jawaban Rama hanya:
      "Oh. terus? kenapa telepon?"
      "Rama!! kamu gak sedih denger aku pindah sekolah?! kamu gak khawatir?! aku gak ikut orang tuaku pindah karena aku mau tetep deket sama kamu! kamu gak...."
      Trek. tiba-tiba telepon di putus begitu saja.
      "Halo? halo? Rama?! aaah!", Cherie sampai teriak dan melempar handphonenya .
      Cherie rasanya ingin menangis menghadapi kesialannya hari ini. alasan sebenarnya dia gak pindah ke Yogyakarta itu kan karena di Jakarta dia punya pacar, dan dia gak mau sekalipun berpisah dengan pacarnya. dan tiba-tiba saja Mamanya telepon bilang kalau ia sudah pindah sekolah. kalau begini sih sia-sia saja dia mohon-mohon ke Papanya untuk tetap di Jakarta. "Mending gue ikutan Papa sama Mama!!", batin Cherie dalam hati. Sepertinya memang tidak ada lagi yang bisa Cherie lakukan selain mengikuti kemauan orang tuanya, yaitu pindah sekolah.

***

      Dimas meneguk kopi kaleng yang tadi baru ia beli di minimarket dekat kos-kosannya sampai habis. sudah masuk hari kedua Dimas tinggal di kos-kosan Pamannya, tapi pusing di kepalanya tidak kunjung hilang. 
"Kenapa sih kepala gue pusing banget dari kemaren? mana orang di sebelah kamar kos ini berisik banget teriak-teriak dari tadi. makin pusing kepala gue", kata Dimas sambil memijat-mijat kepalanya. Kemudian ia teringat akan pertengkarannya dengan Riani sesaat sebelum ia pergi dan kabur ke kos Pamannya.
     
      "Dim, kamu kenapa berantem terus sih? dia itu Ayahmu, dia orang yang membesarkan kamu dari kecil! ayo, minta maaf ke dia"
      "Ck, lo apa-apaan sih. sana bela bokap gak tau diri kayak dia aja! gak usah dateng lagi ke gue!"

      Dimas tersenyum kecut mengingat kata-katanya yang kelewat kasar itu. tapi ia tidak peduli. ia terus tersenyum seperti mengejek kebodohan dan kepengecutan dirinya karena hanya bisa kabur. kabur dari rumah, dan kabur dari kenyataan yang menurutnya begitu pahit dan tidak adil.

      "Kalo matahari udah terbit dari tenggara, utara, selatan, barat daya, gue baru manggil dia Ayah lagi", ujar Dimas dengan nada kesal sambil menghancurkan kaleng kopi yang tadi ia minum dengan tangan besarnya yang begitu kesepian.



Bersambung Part 2 (Our Meeting)

No comments:

Post a Comment